Jejak Mangkunegaran : Part 1 Museum Mangkunegaran Solo

By Mayawa Gi - Juli 23, 2015


Istana Mangkunegaran, atau Pura Mangkunegaran terletak di Jalan RM Said, Solo. Sudah lama Mae pengen masuk dan menjelajahi ke Museumnya gara-gara baca sebuah blog yang menyebutkan bahwa di sini ada sejenis "alat anti selingkuh". Nah, gimana ga penasaran coba? browsing sana sini ga ada fotonya! Memang, di dalam Museum dilarang foto-foto :(


Kenalan dulu, yang menemani Mae kali ini adalah Tony, Ike, dan Arif. Rencananya, kami sebagai pecinta sejarah *uhuk, dilarang protes!, akan menapak tilas all about Mangkunegaran. Mulai dari Museumnya, Istana, Benteng kavallerie, lanjut ke Astana Girilayu dan Astana Mangadeg di Karanganyar. Ini rencananya loo yaaa.....


Tiket masuk ke Museum Mangkunegaran Rp.10.000./orang belum termasuk pemandu. Setiap kelompok harus didampingi pemandu. Dan fee pemandu sukarela.

Untuk lebih mengenal Pura Mangkunegaran, berikut ini penjelasan tentang bagian-bagian dari bangunan Istananya di https://id.wikipedia.org/wiki/Pura_Mangkunagaran


Setelah pintu gerbang utama akan tampak pamedan, yaitu lapangan perlatihan prajurit pasukan Mangkunegaran. Bekas pusat pasukan kuda, gedung kavaleri ada di sebelah timur pamedan. Pintu gerbang kedua menuju halaman dalam tempat tempat berdirinya Pendopo Agung yang berukuran 3.500 meter persegi. Pendopo yang dapat menampung lima sampai sepuluh ribu orang orang ini, selama bertahun-tahun dianggap pendopo yang terbesar di Indonesia. Tiang-tiang kayu berbentuk persegi yang menyangga atap joglo diambil dari pepohonan yang tumbuh di hutan Mangkunegaran di perbukitanWonogiri. Seluruh bangunan ini didirikan tanpa menggunakan paku. Di pendopo ini terdapat empat set gamelan, satu digunakan secara rutin dan tiga lainnya digunakan hanya pada upacara khusus.

Warna kuning dan hijau yang mendominasi pendopo adalah warna pari anom (padi muda) warna khas keluarga Mangkunegaran. Hiasan langit-langit pendopo yang berwarna terang melambangkan astrologi Hindu-Jawa dan dari langit-langit ini tergantung deretan lampu gantung antik. Pada mulanya orang-orang yang hadir di pendopo duduk bersila di lantai. Kursi baru diperkenalkan pada akhir abad ke-19 waktu pemerintahan Mangkunagara VI.
langit-langit di pendopo bergambar 12 shio
Tempat di belakang pendopo terdapat sebuah beranda terbuka, yang bernama Pringgitan, yang mempunyai tangga menuju Dalem Ageng, sebuah ruangan seluas 1.000 meter persegi, yang secara tradisional merupakan ruang tidur pengantin kerajaan, sekarang berfungsi sebagai museum. Selain memamerkan petanen (tempat persemayaman Dewi Sri) yang berlapiskan tenunan sutera, yang menjadi pusat perhatian pengunjung, museum ini juga memamerkan perhiasan, senjata-senjata, pakaian-pakaian, medali-medali, perlengkapan wayang, uang logam, gambar raja-raja Mangkunegaran dan benda-benda seni.
Di bagian tengah Pura Mangkunegaran di belakang Dalem Ageng, terdapat tempat kediaman keluarga Mangkunegaran. Tempat ini, yang masih memiliki suasana tenang bagaikan di rumah pedesaan milik para bangsawan, sekarang digunakan oleh para keluarga keturunan raja. Taman di bagian dalam yang ditumbuhi pohon-pohon yang berbunga dan semak-semak hias, juga merupakan cagar alam dengan sangkar berisi burung berkicau, patung-patung klasik model Eropa, serta kupu-kupu yang berwarna-warni dengan air mancur yang bergerak-gerak di bawah sinar matahari. Menghadap ke taman terbuka, adalah Beranda Dalem, yang bersudut delapan, dimana terdapat tempat lilin dan perabotan Eropa yang indah. Kaca-kaca berbingkai emas terpasang berjejer di dinding. Dari beranda menuju ke dalam tampak ruang makan dengan jendela kaca berwarna gambar yang berisi pemandangan di Jawa, ruang ganti dan rias para putri raja, serta kamar mandi yang indah.
Sisa peninggalan yang masih tampak jelas pada saat ini adalah perpustakaan yang didirikan pada tahun 1867 oleh Mangkunagara IV. Perpustakaan tersebut terletak dilantai dua, diatas Kantor Dinas Urusan Istana di sebelah kiri pamedan. Perpustakaan yang daun jendela kayunya dibuka lebar-lebar agar sinar matahari dapat masuk, sampai sekarang masih digunakan oleh para sejarahwan dan pelajar. Mereka dapat menemukan manuskrip yang bersampul kulit, buku-buku berbagai bahasa terutama bahasa Jawa, banyak koleksi-koleksi foto yang bersejarah dan data-data mengenai perkebunan dan pemilikan Mangkunegaran yang lain.
Suka banget sama taman belakang ini. Ijo Ijo Ijo, hihihi...
perundingan meja bundar, sebelum keluar Museum :)
Didalam kawasan Mangkunegaran, berdiri sebuah Benteng Kavallerie - Artillerie. Disinilah pengaruh Napalleon dapat terlihat dalam sejarah prajurit Jawa. Sayangnya, saat Mae memasuki Benteng ini, kondisinya sangat tidak terawat. Benteng ini terskesan kumuh. Jadi rumah tinggal beberapa keluarga. mae penasaran banget mau tanya mereka siapa dan kenapa bisa tinggal disana, tapi ga berani :(

Oia sampai lupa mo cerita tentang "alat anti selingkuh". kalau yang buat laki-laki, menurutku bentuknya seperti koteka, terbuat dari emas. Jadi cuma ada lubang di ujungnya buat pipis, tapi sekitarannya banyak duri-duri gtu. *bayangin coba gimana caranya berhubungan seks dengan alat itu, bisa gilaaaa* Alat ini di pasang dengan mantra-mantra saat Suami pergi berperang atau ke tempat yang jauh berbulan-bulan. Tidak akan bisa dibuka sampai suami kembali. Demikian juga Sang Istri, bentuknya seperti G-string menurutku. Cuma ada lubang untuk keluar air seni. *Aduh itu apa pada ga gatel yaa :D

Waktu sudah menginjak tengah hari saat kami meninggalkan Solo dan meluncur ke Karanganyar. Dataran tinggi Matesih akan jadi destinasi selanjutnya. Kami akan ke tempat Sri mangkunegaran dimakamkan. Baca di postingan berikutnya yaaa.... 
Jangan lupa Bahagia :)

  • Share:
  • facebook

You Might Also Like

5 comments