Pemilu 2024 bukan hanya soal kursi dan kekuasaan, tapi juga tentang merangkul setiap suara dalam masyarakat. Dalam perjalanan menuju demokrasi yang lebih inklusif, suara remaja dengan disabilitas menjadi sorotan penting.
Melalui diskusi Ruang Publik KBR-NLR
Indonesia yang bertajuk “Partisipasi Remaja dengan Disabilitas dalam Pemilu
2024”, kita mendapatkan pandangan dari 2 narasumber yang membawa perspektif baru
tentang peran anak muda berkebutuhan khusus dalam proses demokrasi.
Noviati, S.IP dari Pusat
Pengembangan dan Pelatihan Rehabilitasi Bersumber Daya Masyarakat (PPRBDM)
sekaligus Tim Panitia Bawaslu, memberikan pandangan mendalam terhadap tantangan
yang dihadapi oleh remaja disabilitas. Terutama dalam aspek akses kesehatan dan
peluang kerja.
Di sisi lain, Kenichi Satria Kaffah
yang merupakan remaja dengan disabilitas menghadirkan perspektif langsung dari
pengalaman pribadinya. Ini memberikan sorotan tentang apatis pemilih pemula dan
tantangan aksesibilitas fisik dalam Pemilu.
Melalui kontribusi pemikiran keduanya,
pembahasan ini akan membuka pintu menuju pemahaman yang lebih lengkap tentang
bagaimana inklusivitas dapat membentuk tatanan demokrasi yang lebih tertata dan
merata. Berikut ulasannya!
Mewujudkan Keterlibatan Aktif Remaja
Berkebutuhan Khusus dalam Pemilu 2024
Pembahasan tentang peran remaja
dengan disabilitas dalam pemilu dapat membuka mata kita terhadap
ketidaksetaraan yang mungkin terabaikan dalam dunia politik. Noviati membimbing
kita mengurai tantangan yang dihadapi oleh remaja dengan disabilitas dalam
konteks pemilihan umum.
Salah satu kendala utamanya adalah
minimnya akses kesehatan, terutama bagi mereka yang mengidap kusta disabilitas.
Melalui program Prioritas Anak Disabilitas Indonesia (PADI) yang dijalankan
oleh Pusat Pengembangan dan Pelatihan Rehabilitasi Bersumber Daya Masyarakat
(PPRBDM), Noviati dan timnya berusaha memberikan wadah pembelajaran menyeluruh,
bukan hanya terfokus pada kesehatan fisik, tetapi juga aspek sosial, budaya,
olahraga, dan seni.
Program seperti PADI juga
memberikan langkah konkret dalam mengatasi tantangan dunia kerja yang dihadapi
oleh remaja dengan disabilitas. Keluhan-keluhan dari para penyandang
disabilitas yang mengungkapkan ketidakmampuan mereka untuk mendapatkan
pekerjaan menjadi sorotan dalam pembahasan ini. Melalui upaya nyata, program
ini memberikan harapan dan peluang bagi remaja disabilitas untuk memasuki dunia
kerja serta mengatasi persyaratan yang tidak ramah terhadap kondisi mereka.
Kenichi Satria Kaffah, seorang
remaja dengan disabilitas yang aktif sebagai mahasiswa dan advokat hak-hak
disabilitas, memberikan perspektif tentang pemilih muda terhadap politik yang
cenderung apatis. Dalam konteks ini, Kenichi mencerminkan realitas yang mungkin
dihadapi oleh banyak remaja disabilitas.
Beragam pertanyaan banyak yang
tidak hanya mencerminkan ketidakpercayaan, tetapi juga menggambarkan kebutuhan
mendesak akan edukasi dan penyuluhan terhadap remaja disabilitas. Hal ini guna
meningkatkan pemahaman mereka tentang sistem politik dan relevansi peran mereka
dalam proses pemilihan.
Hak politik remaja dengan
disabilitas seharusnya dijamin dan dihormati dalam demokrasi. Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2016 Pasal 13 secara tegas mengatur hak politik bagi penyandang
disabilitas. Ini memastikan bahwa setiap individu memiliki hak dan kesempatan
yang sama untuk berpartisipasi dalam proses politik dan pemilu.
Meskipun kerangka regulatif ini
telah ada, implementasinya masih belum mencapai potensi penuhnya. Dalam
mengatasi tantangan aksesibilitas fisik, Kenichi menyoroti ketidaksesuaian
Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang seringkali tidak dapat diakses oleh
disabilitas.
Meskipun sudah ada pemetaan satu
bulan sebelumnya, kondisi TPS tidak selalu mendukung aksesibilitas. Inilah
pentingnya pelaporan melalui posko pengaduan dan kepada Bawaslu sebagai
mekanisme untuk meningkatkan aksesibilitas dalam pemilihan umum.
Partisipasi remaja dengan
disabilitas dalam pemilihan umum 2024 bukan hanya tanggung jawab individu,
tetapi juga sebuah tuntutan bagi seluruh elemen masyarakat. Kesadaran
masyarakat tentang hak dan potensi remaja dengan disabilitas perlu ditingkatkan
melalui kampanye edukasi yang lebih luas.
Peran aktif sekolah dan perguruan
tinggi dalam menyosialisasikan pentingnya hak pilih bagi remaja dengan
disabilitas dapat menjadi langkah awal yang efektif. Penyelenggara pemilihan
juga perlu meningkatkan pendekatan inklusif dalam proses penyelenggaraan pmungutan
suara.
Penyediaan fasilitas aksesibilitas,
seperti lokasi TPS yang ramah disabilitas dan penyuluhan khusus bagi penyandang
disabilitas, adalah langkah-langkah yang tidak boleh diabaikan. Pemilu yang
inklusif adalah sarana untuk masa depan demokrasi yang lebih kuat dan merata.
Hanya melalui upaya bersama, kita
dapat memastikan setiap suara, termasuk dari remaja dengan disabilitas,
dihargai dan didengar dalam proses demokrasi kita. Sebagai masyarakat yang
inklusif, kita perlu terus bergerak maju menuju pemilihan umum yang tidak hanya
adil namun juga merangkul seluruh lapisan masyarakat.
Mari bersama-sama membangun
lingkungan yang mendukung hak-hak politik semua individu, sehingga tak ada lagi
yang merasa terpinggirkan atau diabaikan. Demokrasi sejatinya adalah ketika
setiap suara, termasuk yang berasal dari remaja dengan disabilitas, dapat
bersuara tanpa hambatan. Dengan
keterlibatan aktif dan dukungan penuh dari semua pihak, kita dapat membentuk
masa depan demokrasi yang lebih inklusif, adil, dan berdaya.
0 comments