Menuju Pemilu Inklusif

By Mayawa Gi - Desember 02, 2023

Pemilu 2024 bukan hanya soal kursi dan kekuasaan, tapi juga tentang merangkul setiap suara dalam masyarakat. Dalam perjalanan menuju demokrasi yang lebih inklusif, suara remaja dengan disabilitas menjadi sorotan penting.

Melalui diskusi Ruang Publik KBR-NLR Indonesia yang bertajuk “Partisipasi Remaja dengan Disabilitas dalam Pemilu 2024”, kita mendapatkan pandangan dari 2 narasumber yang membawa perspektif baru tentang peran anak muda berkebutuhan khusus dalam proses demokrasi.

Noviati, S.IP dari Pusat Pengembangan dan Pelatihan Rehabilitasi Bersumber Daya Masyarakat (PPRBDM) sekaligus Tim Panitia Bawaslu, memberikan pandangan mendalam terhadap tantangan yang dihadapi oleh remaja disabilitas. Terutama dalam aspek akses kesehatan dan peluang kerja.

Di sisi lain, Kenichi Satria Kaffah yang merupakan remaja dengan disabilitas menghadirkan perspektif langsung dari pengalaman pribadinya. Ini memberikan sorotan tentang apatis pemilih pemula dan tantangan aksesibilitas fisik dalam Pemilu.

Melalui kontribusi pemikiran keduanya, pembahasan ini akan membuka pintu menuju pemahaman yang lebih lengkap tentang bagaimana inklusivitas dapat membentuk tatanan demokrasi yang lebih tertata dan merata. Berikut ulasannya!



Mewujudkan Keterlibatan Aktif Remaja Berkebutuhan Khusus dalam Pemilu 2024

Pembahasan tentang peran remaja dengan disabilitas dalam pemilu dapat membuka mata kita terhadap ketidaksetaraan yang mungkin terabaikan dalam dunia politik. Noviati membimbing kita mengurai tantangan yang dihadapi oleh remaja dengan disabilitas dalam konteks pemilihan umum.

Salah satu kendala utamanya adalah minimnya akses kesehatan, terutama bagi mereka yang mengidap kusta disabilitas. Melalui program Prioritas Anak Disabilitas Indonesia (PADI) yang dijalankan oleh Pusat Pengembangan dan Pelatihan Rehabilitasi Bersumber Daya Masyarakat (PPRBDM), Noviati dan timnya berusaha memberikan wadah pembelajaran menyeluruh, bukan hanya terfokus pada kesehatan fisik, tetapi juga aspek sosial, budaya, olahraga, dan seni.

Program seperti PADI juga memberikan langkah konkret dalam mengatasi tantangan dunia kerja yang dihadapi oleh remaja dengan disabilitas. Keluhan-keluhan dari para penyandang disabilitas yang mengungkapkan ketidakmampuan mereka untuk mendapatkan pekerjaan menjadi sorotan dalam pembahasan ini. Melalui upaya nyata, program ini memberikan harapan dan peluang bagi remaja disabilitas untuk memasuki dunia kerja serta mengatasi persyaratan yang tidak ramah terhadap kondisi mereka.

Kenichi Satria Kaffah, seorang remaja dengan disabilitas yang aktif sebagai mahasiswa dan advokat hak-hak disabilitas, memberikan perspektif tentang pemilih muda terhadap politik yang cenderung apatis. Dalam konteks ini, Kenichi mencerminkan realitas yang mungkin dihadapi oleh banyak remaja disabilitas.

Beragam pertanyaan banyak yang tidak hanya mencerminkan ketidakpercayaan, tetapi juga menggambarkan kebutuhan mendesak akan edukasi dan penyuluhan terhadap remaja disabilitas. Hal ini guna meningkatkan pemahaman mereka tentang sistem politik dan relevansi peran mereka dalam proses pemilihan.

Hak politik remaja dengan disabilitas seharusnya dijamin dan dihormati dalam demokrasi. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Pasal 13 secara tegas mengatur hak politik bagi penyandang disabilitas. Ini memastikan bahwa setiap individu memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam proses politik dan pemilu.

Meskipun kerangka regulatif ini telah ada, implementasinya masih belum mencapai potensi penuhnya. Dalam mengatasi tantangan aksesibilitas fisik, Kenichi menyoroti ketidaksesuaian Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang seringkali tidak dapat diakses oleh disabilitas.

Meskipun sudah ada pemetaan satu bulan sebelumnya, kondisi TPS tidak selalu mendukung aksesibilitas. Inilah pentingnya pelaporan melalui posko pengaduan dan kepada Bawaslu sebagai mekanisme untuk meningkatkan aksesibilitas dalam pemilihan umum.

Partisipasi remaja dengan disabilitas dalam pemilihan umum 2024 bukan hanya tanggung jawab individu, tetapi juga sebuah tuntutan bagi seluruh elemen masyarakat. Kesadaran masyarakat tentang hak dan potensi remaja dengan disabilitas perlu ditingkatkan melalui kampanye edukasi yang lebih luas.

Peran aktif sekolah dan perguruan tinggi dalam menyosialisasikan pentingnya hak pilih bagi remaja dengan disabilitas dapat menjadi langkah awal yang efektif. Penyelenggara pemilihan juga perlu meningkatkan pendekatan inklusif dalam proses penyelenggaraan pmungutan suara.

Penyediaan fasilitas aksesibilitas, seperti lokasi TPS yang ramah disabilitas dan penyuluhan khusus bagi penyandang disabilitas, adalah langkah-langkah yang tidak boleh diabaikan. Pemilu yang inklusif adalah sarana untuk masa depan demokrasi yang lebih kuat dan merata.

Hanya melalui upaya bersama, kita dapat memastikan setiap suara, termasuk dari remaja dengan disabilitas, dihargai dan didengar dalam proses demokrasi kita. Sebagai masyarakat yang inklusif, kita perlu terus bergerak maju menuju pemilihan umum yang tidak hanya adil namun juga merangkul seluruh lapisan masyarakat.

Mari bersama-sama membangun lingkungan yang mendukung hak-hak politik semua individu, sehingga tak ada lagi yang merasa terpinggirkan atau diabaikan. Demokrasi sejatinya adalah ketika setiap suara, termasuk yang berasal dari remaja dengan disabilitas, dapat bersuara tanpa hambatan.  Dengan keterlibatan aktif dan dukungan penuh dari semua pihak, kita dapat membentuk masa depan demokrasi yang lebih inklusif, adil, dan berdaya.

  • Share:
  • facebook

You Might Also Like

0 comments